Warga Sipil Ikut Tangkap Warga Tanpa Surat Tugas, Ahli Hukum: Itu Bukan Bantuan Hukum, Tapi Kejahatan Hukum
Mediapertiwi,id,Makassar-Kasus penangkapan Andi Asri, pegawai BUMN asal Makassar, oleh aparat Polres Majene bersama warga sipil termasuk seorang pengacara, memicu sorotan tajam dari kalangan ahli hukum. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa (Unibos), Prof. Dr. Ruslan Ranggong, S.H., M.H., menilai keterlibatan sipil dalam aksi penangkapan tanpa prosedur sah adalah pelanggaran serius, bahkan bisa dikualifikasikan sebagai bentuk kejahatan hukum, bukan sekadar kesalahan teknis.
“Penangkapan tanpa dasar hukum yang sah adalah pelanggaran pidana. Terlebih lagi, bila dilakukan oleh warga sipil yang tidak memiliki kewenangan hukum, itu merupakan bentuk kejahatan hukum terhadap kebebasan seseorang,” tegas Prof. Ruslan, dalam diskusi bersama Direktur PUKAT Sulawesi Selatan, pekan ini.
Dalam rekonstruksi kejadian, Andi Asri tidak ditangkap berdasarkan surat perintah yang sah. Ia juga tidak langsung dibawa ke kantor kepolisian, melainkan diserahkan kepada seorang pengacara bernama Khairul Gaffar, S.H., yang diketahui adalah kuasa hukum dari pihak pelapor. Bersama tiga warga sipil lainnya, Andi kemudian dibawa melintasi wilayah Majene menuju Makassar, tanpa pendampingan resmi dari aparat berwenang.
Menurut Prof. Ruslan, penyerahan terduga pelaku kepada sipil tanpa dasar hukum dan surat tugas resmi melanggar sejumlah ketentuan hukum:
- Pasal 333 KUHP: Tindakan membawa seseorang tanpa wewenang sah tergolong sebagai perampasan kemerdekaan, suatu bentuk kejahatan hukum terhadap hak asasi individu.
- Pasal 55 dan 56 KUHP: Setiap orang yang turut serta atau membantu dalam pelaksanaan tindak pidana, termasuk warga sipil, dapat dijerat sebagai pelaku atau pembantu tindak pidana.
- Pasal 421 KUHP: Jika ada oknum pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menggerakkan tindakan tersebut, maka dapat dikenai pidana karena penyalahgunaan wewenang yang melanggar hukum.
“Warga sipil tidak punya hak untuk menangkap apalagi memindahkan seseorang ke luar wilayah hukum tanpa pengawasan dan tanpa dasar. Itu bukan sekadar kesalahan, tapi bentuk kejahatan hukum terhadap sistem peradilan,” tambahnya.
Pelanggaran Hukum Berlapis dan Risiko Kriminalisasi
Kuasa hukum Andi Asri, Hadi Soetrisno, S.H., menyatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan laporan pidana terhadap pengacara dan warga sipil yang terlibat dalam penangkapan ilegal ini.
Mereka diduga melakukan:
- Penjemputan paksa tanpa kewenangan
- Pelanggaran prinsip due process of law
- Perampasan kemerdekaan dengan modus hukum
“Warga sipil yang ikut menangkap tanpa wewenang dan tanpa perlindungan hukum bisa dijerat pidana berat. Ini bukan wewenang sipil, dan tidak ada ruang kompromi atas tindakan yang sudah masuk ranah kejahatan hukum,” tegas Hadi.
Berdasarkan Pasal 17 KUHAP, penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, dan harus:
- Dilakukan oleh penyidik atau aparat penegak hukum resmi.
- Disertai surat perintah penangkapan.
- Disertai identitas dan surat tugas resmi, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) KUHAP.
Tanpa itu, maka setiap bentuk pengambilan paksa terhadap seseorang tergolong sebagai tindakan sewenang-wenang yang melanggar hukum.
“Dalam kasus ini, laporan polisi baru dibuat setelah penangkapan dilakukan. Surat perintah baru menyusul dua hari setelahnya. Ini jelas penyimpangan yang sudah menjadi pola manipulatif,” kata Hadi.
Tidak Termasuk Tertangkap Tangan, Maka Tak Bisa Dianggap Sah
Pengacara Khairul Gaffar dalam klarifikasinya mengaku tidak melakukan pemaksaan, namun mengakui bahwa tindakan tersebut tidak terjadi dalam kondisi tertangkap tangan. Padahal, KUHAP hanya membolehkan pengecualian prosedur surat perintah dalam kondisi flagrante delicto.
Tanpa kategori tertangkap tangan, keterlibatan warga sipil dalam membawa seseorang tanpa surat tugas dan pengawasan penyidik resmi, tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan hukum terhadap kebebasan seseorang.
Tindakan penangkapan di luar hukum tersebut dinilai melanggar konstitusi dan prinsip-prinsip hak asasi manusia:
- Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas kepastian hukum dan perlindungan yang adil di hadapan hukum.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM: Menjamin kebebasan pribadi dan perlakuan adil bagi setiap warga negara dalam proses hukum.
Pasal 1 angka 1 KUHAP: Mengatur asas legalitas bahwa tidak ada penangkapan tanpa aturan hukum yang sah.
“Kalau warga bisa diambil oleh siapa saja tanpa dasar hukum, kita sedang membuka pintu ke arah kehancuran sistem keadilan. Ini bentuk nyata kejahatan hukum, bukan sekadar prosedur yang dilanggar,” tutup Prof. Ruslan.
Sampai berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Polda Sulbar, Polda Sulsel, maupun pihak Polres Majene dan Polrestabes Makassar. Redaksi terus berupaya meminta konfirmasi dan akan menyampaikan hak jawab dari pihak-pihak terkait bila telah tersedia.
[Tim Riset PUKAT].
Post a Comment