News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Prof. Ruslan Ranggong: Penangkapan Tanpa Prosedur Adalah Pelanggaran Hukum, Bukan Sekadar Kesalahan Teknis

Prof. Ruslan Ranggong: Penangkapan Tanpa Prosedur Adalah Pelanggaran Hukum, Bukan Sekadar Kesalahan Teknis

 

Mediapertiwi,id,Makassar-Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Bosowa (Unibos), Prof. Dr. Ruslan Ranggong, S.H., M.H., menyoroti tindakan aparat yang diduga melakukan penangkapan tanpa prosedur dalam sebuah kasus di Polres Majene, Sulawesi Barat. Ia menegaskan bahwa hukum acara pidana bersifat prosedural dan harus melalui proses yang sah, bukan berdasarkan asumsi atau penilaian sepihak.

“Hukum acara pidana itu prosedur dan berproses. Karena dia berproses, maka tentu harus mengikuti tata cara. Masak ada penangkapan tanpa ada laporan,” ujarnya.

Menurut Prof. Ruslan, setiap laporan polisi harus diproses terlebih dahulu melalui tahapan penyelidikan dan penyidikan. Tidak bisa seseorang langsung ditangkap tanpa kejelasan administrasi dan dasar hukum yang sah. Penangkapan yang dilakukan tanpa mengikuti tata cara ini bisa masuk dalam kategori penculikan.

“Itu masuk kategori penculikan karena tidak sesuai tata cara penangkapan. Polres Majene menyerahkan orang ke warga sipil untuk dibawa dari Majene ke Makassar. Itu tidak benar,” tegasnya.

Lebih jauh, ia mempertanyakan kewenangan warga sipil yang ikut serta atau bahkan menjadi pelaksana penangkapan tanpa pendampingan resmi dari aparat hukum.

“Bolehkah warga sipil yang tidak memiliki kewenangan bisa terlibat melakukan proses penangkapan tanpa ada laporan resmi. Itu jelas bertentangan dengan aturan hukum,” ujarnya.

Guru besar hukum pidana itu juga menyoroti kurangnya koordinasi antar institusi kepolisian, dalam hal ini Polres Majene dan Polrestabes Makassar. Bila lokus atau tempat kejadian perkara berada di Makassar, maka sudah seharusnya aparat dari Makassar terlibat sejak awal melalui koordinasi yang sah dan formal.

“Kalau memang lokusnya di Makassar, seharusnya kepolisian melakukan koordinasi antara Polres Makassar dan Majene. Menangkap orang tanpa prosedur itu masuk dalam pasal perampasan kemerdekaan orang,” jelasnya.

Ia menilai, menyerahkan tersangka kepada pihak sipil tanpa surat tugas dan pendampingan hukum adalah pelanggaran serius. Apalagi jika itu tidak tergolong tangkap tangan, maka seluruh proses penangkapan harus didasarkan pada surat tugas dan koordinasi formal antar aparat penegak hukum.

“Kalau ditangkap tanpa surat tugas, tidak boleh diserahkan ke warga sipil. Ini bukan kategori tertangkap tangan seperti yang dilakukan oleh Polres Majene,” katanya.

Lebih lanjut, Prof. Ruslan menyatakan bahwa warga sipil yang dilibatkan kemungkinan besar tidak memahami aturan hukum dan ini menimbulkan kerentanan hukum yang lebih luas, termasuk risiko kriminalisasi.

“Kalau saya orang yang ditangkap, saya tidak mau diperlakukan seperti itu. Mungkin warga sipil yang diduga terlibat proses penangkapan itu tidak paham cara yang benar. Bisa saja dia tidak tahu aturannya,” tutupnya.

Dia menegaskan dugaan yang dilakukan aparat bersama warga sipil itu berpotensi melanggar:

- Pasal 333 KUHP: Menyerahkan tahanan kepada warga sipil tanpa dasar hukum dianggap sebagai perampasan kemerdekaan. 

- Pasal 421 KUHP: Pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memperkosa hak orang lain dapat dikenai pidana 2 tahun 8 bulan.

- Pasal 55 KUHP: Setiap orang yang turut serta melakukan tindak pidana termasuk sipil yang terlibat membawa tahanan dapat dikenai pidana sebagai pelaku.

*Kuasa Hukum Laporkan Penyidik ke Kapolda Sulbar dan Sulsel*

Sebelumnya Kantor Hukum Farid Mamma, S.H., M.H. & Partners mengajukan dua surat keberatan kepada Kapolda Sulawesi Barat dan Kapolda Sulawesi Selatan. Surat bernomor A-048/LP/ADV.LFM/VII/2025 dan A-049/LP/ADV.LFM/VII/2025, masing-masing tertanggal 24 Juli 2025, berisi laporan pengaduan atas dugaan pelanggaran hukum dalam penanganan perkara klien mereka, Andi Asri (40), pegawai BUMN asal Makassar.

Kuasa hukum menilai, rangkaian tindakan aparat kepolisian, khususnya oknum anggota Polres Majene dan penyidik Polrestabes Makassar, tidak hanya melanggar prosedur hukum, tetapi juga diduga kuat melanggar sejumlah pasal dalam KUHP dan KUHAP, serta aturan etik kepolisian yang berlaku. 

Penangkapan Andi dilakukan pada malam hari, 18 Juli 2025 pukul 20.00 WITA, oleh beberapa anggota Polres Majene tanpa didahului surat perintah penangkapan, surat tugas, maupun laporan polisi yang sah. Penangkapan tersebut juga dilakukan tanpa status hukum yang jelas, baik sebagai tersangka maupun saksi.

Tindakan ini diduga melanggar:

- Pasal 17 KUHAP: Penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

- Pasal 18 ayat (1) KUHAP: Penyidik wajib menunjukkan identitas resmi dan menyerahkan surat perintah penangkapan kepada pihak yang ditangkap.

- Pasal 333 KUHP: Penangkapan tanpa dasar hukum yang sah dapat dikualifikasikan sebagai perampasan kemerdekaan dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun.

“Penangkapan terjadi saat belum ada laporan polisi resmi terhadap klien kami. Ini tindakan tidak sah menurut hukum acara pidana,” tulis Farid dalam laporannya. 

Setibanya di Makassar pada 19 Juli 2025, Andi langsung diperiksa di Polrestabes. Padahal, laporan polisi baru teregistrasi pada hari itu juga, dan surat penangkapan serta penetapan tersangka baru terbit pada 20 Juli 2025. Artinya, selama hampir 48 jam, Andi ditahan tanpa status hukum yang sah.

Tahapan hukum yang semestinya:

Laporan → Penyelidikan → Alat bukti permulaan (minimal dua) → Gelar perkara → Penetapan tersangka → Penangkapan.

Namun dalam kasus ini, tahapan tersebut dilompati dan disusun secara terbalik.

Pelanggaran ini mengindikasikan:

- Pelanggaran Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 

- Pasal 1 angka 1 KUHAP tentang asas legalitas dan perlindungan hak asasi.

- Unlawful Detention, yang dalam praktik hukum internasional dan nasional dapat diproses sebagai pelanggaran HAM dan pelanggaran serius terhadap integritas penegakan hukum.

Kuasa hukum juga menyebut pemeriksaan awal terhadap Andi dilakukan secara degrading, atau merendahkan martabat, tanpa perlindungan hukum, tanpa surat pemanggilan, dan tanpa pendampingan hukum yang sah.

Hal ini melanggar:

- Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945: Setiap orang berhak atas perlindungan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya Pasal 4 dan 9, yang menjamin hak atas kebebasan pribadi dan hak atas perlakuan adil dalam proses hukum.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Polda Sulawesi Selatan, Polda Sulawesi Barat, Polrestabes Makassar, maupun Polres Majene terkait laporan pengaduan tersebut. Redaksi terus berupaya mengajukan permintaan konfirmasi dan akan memuat tanggapan dari pihak kepolisian begitu tersedia. (**)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment