Spiritualitas Milik Manusia, Tuhan Pemilik Segalanya
Oleh:Jacob Ereste
Mediapertiwi,id-Kata para ahli agama, hablumminallah adalah fondasi dari spiritual yang mencerminkan akhlak serta perbuatan manusia terhadap apapun yang dilakukannya. Dan hblumminannas adalah esensi dari iman -- kepercayaan kepada Allah -- yang terimplementasikan dalam perilaku yang baik terhadap sesama makhluk di dunia, utamanya kepada manusia. Sehingga Nabi Muhammad SAW bersabda "Tidak beriman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri".
Masalahnya kemudian memang bagaiman cara menakar kecintaan kita itu terhadap diri sendiri yang setara dengan cinta kita terhadap saudara kita itu. Dalam konteks inilah perhatian, kepedulian serta pertolongan dan bantuan yang dapat diberikan -- tanpa perlu diminta terlebih dahulu -- menjadi wajib dan harus dilakukan dalam kesadaran dan ketulusan yang seikhlas-ikhlasnya tampa pamrih. Apalagi sekedar untuk mendapat pelujian atau pencitraan belaka. Maka itu, dalam tuntunan agama pun menegaskan, bila memberi dengan kanan kanan, maka upayakan tangan kiri tak perlu tahu. Metafora ini menunjukkan bahwa sikap ria, sombong dan hasrat untuk menggagahi orang lain itu, sama sekali tidak perlu. Sebab sikap ria dan sombong itu hanya akan mengurangi makna pemberian atau pertolongan yang dilakukan itu. Kecuali itu, sikap rendah hati -- untuk tidak perduli terhadap pujian maupun sanjungan sungguh tidak penting. Sebab pujian dan sanjungan itu dapat membuat kita terjerumus dalam sikap dan sifat yang buruk, merasa lebih hebat dari orang lain.
Begitulah keterkaitan hablumminallah yang erat terkait dengan hablumminannas dalam satu bingkai spiritual dari wujud pengabdian kepada Tuhan. Sedangkan hablumminannas -- sebagai fondasi dari spiritual -- menjadi pijakan akhlak dan perbuatan kita sebagai manusia terhadap manusia yang lain, termasuk makhluk lain beserta alam dan lingkungan di jagat raya ini. Maka itu, jalinan hubungan sosial harus dilakukan secara adil, penuh kasih sayang hingga dapat memberi banyak manfaat bukan hanya kepada diri sendiri, tetapi juga bagi dan untuk orang lain.
Syahdan, begitulah wujud iman yang sejati menurut sejumlah tarekat yang ada di negeri ini. Jadi inti sari dari makna hablumminannas itu adalah terjaganya akhlak, moral dan etika dengan sikap yang ikhlas dan jujur, sabar, adil serta amanah. Menebar kasih sayang dan kebaikan untuk sesama manusia. Mau perduli dan membantu serta menghindari untuk mengecewakan atau menyakiti perasaan orang lain.
Namun yang tidak kalah penting adalah gigih dan tangguh menegakkan hak serta keadilan untuk tetap selalu menghormati privasi dan hal orang lain, dan tegas menolak kezaliman terhadap siapapun.
Bahkan, tidak boleh mengabaikan sikap toleransi -- utamanya dalam keberagaman -- etnis, agama maupun asal muasal serta latar belakang sesama manusia yang sangat beragam dan majemuk sifatnya. sehingga pada akhirnya dapat bersikap sosial yang lebih terpuji serta aktif dan giat dalam kehidupan masyarakat untuk saling tolong menolong, seperti halnya potensi dari budaya dan tradisi bangsa Indonesia yang khas memiliki sikap dan sifat bergotong royong. Dalam kontek berbangsa dan bernegara, syahdan esensi dari Pancasila itu -- kalau diperas kata Soekarno -- dapat disebut Trisila, hingga bila kemudian terus diperas menjadi gotong royong.
Artinya jelas, hakekat dari spiritualitas itu tidak bisa terlepas dari kehidupan kita sebagai manusia, baik dalam berbangsa maupun bernegara seperti yang termaktub dalam UUD 1945 dan Pancasila yang acap disebut sebagai falsafah bangsa, bahkan diyakini sebagai ideologi negara. Akibat dari mereka yang abai terhadap spiritualitas, maka kerusakan di bumi akan terus terjadi, dan tidak pernah akan berhenti.
Agaknya, atas dasar inilah Sri Eko Sriyanto Galgendu bersama sejumlah tokoh nasional, pemuka agama serta kaum intelektual di Indonesia menggagas gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual sejak 28 tahun silam melalui GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) menggagas dan memelopori gerakan spiritual bagi segenap warga bangsa Indonesia.
Karena untuk membenahi berbagai kerusakan sistem politik, hukum dan ekonomi yang semakin mendera kehidupan rakyat, hanya dapat diperbaiki melalui gerakan moral yang berbasis pada etika dan akhlak mulia manusia yang melakukan kerusakan di bumi Nusantara ini.
Banten, 4 Juni 2025.
Post a Comment