Pemerkosaan Terhadap Keindahan & Kemolekan Raja Ampat Adalah Tanggung Jawab Pemerintah
Jacob Ereste
Mediapertiwi,id-Mengeruk isi perut Raja Ampat itu, persis kekejian manusia memperkosa ibu kandungnya sendiri. Sungguh tiada tiada termaafkan, sampai akhir hari kiamat sekalipun. Itulah yang diteriakkan penuh nada histeris dan kemarahan dari anak negeri pemilik sah negeri ini. Raja Ampat sebagai salah satu Kabupaten di Indonesia dengan daratan 7.559 kilometer persegi dengan penduduk sekitar 66.839 jiwa mulai meriang, seperti tubuh yang terserang panas demam, mungkin kelak bisa sekarat, hilang wajah cantiknya yang menawan untuk dikunjungi oleh banyak orang.
Raja Ampat sebuah Kabupaten di Provinsi Papua Barat terdiri dari empat pulau besar, Waigeo, Batanta, Sulawati dan Misool yang dilingkari oleh 1.847 pulau kecil dengan total wilayah 4,6 juta hektar. Dalam versi The Nature Conservancy and Condervation International, kepulauan ini memiliki 75 persen spesies karang dunia, 1.318 jenis ikan termasuk 699 moluska dan 547 terumbu karang. Ibaratnya, Raja Ampat seperti Ibu yang cantik dan menawan penuh pesona sehingga mencerminkan wajah surgawi yang memiliki biota menjadi lokasi wisata dan spot menyelam terbaik, sehingga berjuluk surga yang ada di dunia.
Rekomendasi dari New York Times tahun 2025, Raja Ampat masuk dalam daftar 52 Places to ho in 2025 sehingga sandingannya seperti Milan, Rotterdam, Abu Dhabi, Greenland dan Hamburg. Karena wajar UNESCO ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark (UGGp) pada 24 Mei 2023 atas keputusan Dewan Eksekutif UNESCO ke-216 di Paris, Prancis. Pengakuan dunia (internasional) terhadap Raja Ampat ini atas keunikan geologi dan ekologi Raja Ampat, termasuk adanya jenis batuan tertua , keindahan alam bawah laut dan keanekaragaman hayati yang terdapat di kawasan Raja Ampat.
Sebelumnya, tahun 2008 United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) juga telah menetapkan daerah itu sebagai bagian dari Triangle Coral Inisiatif. Hingga pada tahun 2009, sebanyak sepuluh negara ASEAN meratifikasi inisiatif yang mencakup 6.000 kilometer persegi. Penghormatan pada kesepakatan ini, Asia Pacific Nickel PTy Ltd bersedia mundur dari rencana mengelola tambang nikel di Indonesia, kata Mangantar Marpaung, Chairman Djakarta Mining Club.
Lalu bagaimana kisah Raja Ampat bisa diobok-obok oleh sejumlah perusahaan nikel yang cuma mengedepankan kepentingan keuntungan finansial yang mengabaikan nilai-nilai spiritual dari pertanda cinta kasih Tuhan yang telah menganugerahkan keindahan alam yang menandai Kekuasaan sebagai Sang Pencipta ?
Konon cerita dan kisah tragis Raja Ampat bermula dari keberadaan perusahaan tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya dengan kehadiran PT. Gag Nikel, yang kini di stop untuk sementara waktu oleh Menteri Energi dan Sumber Data Mineral (ESDM) yang berada di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya itu terkait dengan transparansi dan kepatuhan terhadap seluruh regulasi, khususnya yang terkait dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan bagi warga masyarakat setempat, ujar Bahlil Lahadalia, Kamis, 5 Juni 2025 setelah hebohnya masalah perusahaan pertambangan yang dianggap membandel itu.
Presiden Direktur PT. Gag Nikel Arya Arditya memastikan pihak perusahaan telah memiliki seluruh syarat perizinan operasi dan taat mematuhi operasional keberlanjutan sesuai dengan prinsip Good Mining Practices. Bahkan, Bahlil Lahadalia ikut meyakinkan bahwa tambang nikel yang berada di Pulau Gag berada jauh sekitar 30 - 40 kilometer dari kawasan Wisata Raja Ampat, Papua Barat Daya yang dianggap menjadi masalah dan terancam rusak. Meski begitu dia juga meyakinkan bahwa di kawasan tersebut memiliki lokasi yang dikhususkan untuk pertambangan juga.
Bahlil Lahadalia mengakui ada lima perusahaan yang memiliki izin untuk mengelola pertambangan di Raja Ampat. Namun dia cuma menyebut satu perusahaan saja yang sudah beroperasi , yaitu PT. Gag Nikel yang merupakan anak usaha PT. ANTAM, Tbk.
PT. Gag Nikel telah melakukan produksi sejak tahun 2017. Perusahaan ini dikelola oleh perusahaan asing melalui kontrak karya atau perjanjian antar pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan usaha pertambangan mineral.
Padahal, perusahaan pemilik tambang nikel di Raja Ampat Provinsi Papua Barat Daya itu ada juga PT. Kawei Sejahtera Mining yang melibatkan Mantan Menteri Kelautan Freddy Numberi dan Ali Hanafiah Wijaya yang dikenal sebagai tangan kanannya taipan Sugianto Kusuma alias Aguan, memiliki PT. Agung Sedayu Group. Validitas data ini diungkap oleh Sekretaris CERI, Hengki Supriadi, Sabtu, 7 Juni 2025 yang melakukan penelusuran data resmi AHU, Kementerian Hukum dan Ham.
Dalam akte notaris PT. Kawei Sejahtera Mining, 2 Februari 2021 tercantum nama Nono Sampono sebagai Komisaris Utama perusahaan. Kecuali itu, mantan Plt. Dirjen Minerba, Lana Saria juga ada dalam perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.
Tetapi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) untuk PT. Kawei Sejahtera Mining, IUP PT. Mulia Raymond Perkasa dan IUP PT. Nurham diterbitkan oleh Bupati Raja Ampat. Tapi klaim Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia hanya dilakukan oleh anak usaha PT. Antam. Adakah maksud terselubung dari menyembunyikan sejumlah perusahaan tambang nikel yang melakukan pengerukan isi perut bumi di Raja Ampat, Papua Barat Daya itu.
Sama halnya dengan UU No. 1 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan pulau-pulau Kecil Tahun 2014, kurang dari 200.000 hektar adalah kawasan yang dilarang untuk aktivitas pertambangan. Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-XXI/2023 memperkuat kebijakan pelarangan aktivitas tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil. MK menegaskan bahwa penambangan mineral di wilayah-wilayah tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan, dan melanggar prinsip pencegahan bahaya lingkungan dan keadilan antargenerasi yang tidak dapat ditolerir.
Karenanya, pihak Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian KKP serta Pemerintah Daerah Kabupaten Rara Ampat harus bertanggung jawab, seperti diungkap oleh berbagai aktivis serta perhatian lingkungan di Indonesia, juga termasuk komplain dan kritik keras dari pihak Greenpeace.
Banten, 8 Juni 2025.
Post a Comment