News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Media Sosial dan Buzzer Hingga Penegak Hukum di Indonesia Terlibat Suap dan Korupsi Suap

Media Sosial dan Buzzer Hingga Penegak Hukum di Indonesia Terlibat Suap dan Korupsi Suap

 

Oleh : Jacob Ereste 

Mediapertiwi,id-Buzzer sebagai istilah bagi pengguna media sosial yang berbasis internet adalah seseorang atau sekelompok mereka yang bekerja untuk menyebarkan informasi, opini atau sejenisnya lewat media sosial dengan tujuan untuk mempromosikan suatu produk, ide, atau agenda tertentu dengan maksud mempengaruhi persepsi atau anggapan orang lain, sesuai dengan apa yang disuguhkan, kendati acap tidak sesuai dengan fakta dan data yang digunakan untuk membangun persepsi atau pendapat tersebut.

Karena itu buzzer bisa berlaku culas, membelokkan persepsi atau pendapat orang lain agar sesuai dengan apa yang mereka inginkan, kendati yang sesungguhnya terjadi tidak sesuai dengan fakta dan data yang benar. Atas dasar kemampuan buzzer -- yang umumnya dimiliki oleh pekerja pers, jurnalis, wartawan atau pekerja pada media massa pada umumnya, terutama yang berasal dari media maenstrem -- bisa dilakukan dengan mudah oleh mereka yang telah piawai dalam bidang tulis menulis atau membangun opini publik dengan cantik. Namun, tak semua buzzer yang berasal berasal dari media mainstream itu tetap kukuh dan taat pada etik jurnalistik yang pernah menjadi sumpah dan janjinya sebagai pekerja jurnalistik memegang etika, moral dan akhlak mulia yang termaktub di dalam etika profesi yang sudah tertulis sekalipun, apalagi aksentuasi dalam  penegasan serta pemahamannya pun acap terabaikan.

Yang lebih parah lagi adalah mereka yang menyandang profesi buzzer itu beranjak dari media massa yang tidak cukup memberi bekal tentang ketaatan terhadap etik profesi jurnalistik, karena memang riwayat kelahiran insan pers atau mereka yang juga sering disebut para jurnalis itu lahir dari belantara jagat yang bertumbuh liar bersama dirinya. Sebab mereka yang lahir lewat akademi publisistik pun tidak banyak yang mau mengimplementasikan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki untuk bekerja dalam bidang jurnalisme, atau kewartawanan.

Habitat bermain para buzzer yang kini marak menggunakan media sosial berbasis internet, menjadi lahan pekerjaan baru yang cukup luas memberi peluang untuk dimanfaatkan dengan tujuan yang baik, tapi juga sangat terbuka untuk dijadikan sarana yang tidak baik, seperti menyerang pihak lain dengan mengangkat derajat mereka yang lain. Pendek kata, media sosial berbasis internet bisa dijadikan lahan yang murah meriah -- enak dan gampang --digunakan  untuk membangun opini melalui penebaran image -- yang baik atau yang buruk -- sesuai dengan kehendak mereka yang memesan dengan tarif yang aduhai menggairahkan.

Agaknya, seperti itulah yang dimaksud Kejaksaan Agung dalam menetapkan seorang tersangka -- selalu Ketua Tim Cyber Army seperti yang disebut Abdul Qohar dalam konferensi pers Jampidsus Kejaksaan Agung RI di Gedung Bundar, Kejagung, Rabu, 7 Mei 2025.

Seorang boss buzzer telah ditangkap pihak Kejaksaan Agung, karena dianggap merintangi proses hukum sejumlah kasus yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung. Yaitu seorang boss pendengung media sosial atau buzzer telah ditangkap penyidik Kejaksaan Agung Muda Tindak Pidana Khusus bernama M. Adhiya Muzakki. Dan menurut Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar bahwa M. Adhiya Muzakki diduga terlibat perbincangan penyidikan pada tiga kasus; (1) Perkara dugaan korupsi di PT. Timah, (2) Dugaan korupsi impor gula, (3) Dugaan suap penangan perkara ekspor Crude Palm oil (CPO).

M. Adhiya Muzakki sebagai tersangka Ketua Tim Cyber Army yang diduga melakukan permufakatan jahat bersama dengan Advokat Marcella Santoso dan Junaidi Saibih serta Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bachtiar bersama dua tersangka kasus perintangan penyidikan kasus tersebut. Para tersangka, menurut Abdul Qohar mereka secara bersama membentuk narasi jahat terhadap Kejaksaan Agung yang tengah menangani kasus korupsi tersebut.

Konten negatif yang dibuat oleh M. Adhiya Muzakki nantinya akan disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online bersama Tim Cyber yang dibuatnya untuk menggerakkan sejumlah buzzer.

Tim Cyber yang diminta oleh MS untuk dibuat oleh MAM sepakat membentuk 5 tim dengan anggotanya yang berjumlah 150 orang buzzer, ungkap Abdul Qohar. Karena itu, MAM selalu boss buzzer langsung di tahanan Kejaksaan Agung.

Yang menarik, boss buzzer telah menerima uang sebesar Rp 864,5 juta untuk biaya operasi perintangan penanganan kasus yang tengah ditangani Kejaksaan Agung. Para buzzer yang diberi nama Mustafa 1 hingga Mustafa 5 itu, diarahkan untuk menyebarkan dan memberitakan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar. Dari usaha membentuk narasi negatif melalui media sosial dan online ini M. Adhiya Muzakki selaku boss buzzer mendapat duit senilai Rp 864,5, hanya untuk menjatuhkan citra dan kredibilitas Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.

Untuk setiap buzzer yang disebut "Cyber Army" atau tentara Cyber setiap orang yang direkrut oleh M. Adhiya Muzakki mendapat dana operasional Rp. 1,5 juta per buzzer. Artinya, untuk 150 orang buzzer telah dikeluarkan dana yang cukup banyak jumlahnya.

Atas dasar perbuatan mereka itu, M. Adhiya Muzakki dijerat pasal 21 UU No. 32 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2021 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Usai resmi ditetapkan sebagai tersangka M. Adhiya Muzakki langsung di tahan di Rumah Tahanan Salemba, hingga 20 hari ke depan.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan 8 orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, PT. Wilmar Group, PT. Permata Hijau Group, dan PT. Musim Mas Group.

Mereka yang telah ditahan terlebih dahulu itu diantaranya adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta,  Panitera Muda Perdata, Jakarta Utara, Wahyu Gunawan serta kuasa hukum Korporasi, Marcella Santoso dan Sriyanto Bakri. Dan tiga anggota majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yaitu Djuyamto, selaku Ketua Majelis Hakim, serta Agam Syarif Baharuddin serta Ali Muhtarom, selaku anggota majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

Kecuali itu, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei juga telah ditetapkan sebagai tersangka, karena ikut mempersiapkan uang suap Rp 60 milyar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kesimpulan untuk  sementara yang dapat dipetik dari kasus ini tidak hanya  menunjukkan betapa bobroknya penegakan hukum di Indonesia, tetapi juga kelalaian berbagai instansi --  wabil khusus Kementerian Informasi dan Digital -- yang tidak berperan dan berfungsi untuk  melakukan upaya  pembinaan, pengawasan serta pengarahan terhadap buzzer yang sungguh  sangat potensial disalahgunakan fungsi dan peranannya dalam memanfaatkan media sosial atau online yang berbasis internet, karena tak hanya murah dan gampang, sangat efektif dan efisien dalam menyebarkan informasi, publikasi bahkan sebagai sarana komunikasi yang cepat dan akurat 

Agaknya begitulah, peran buzzer dan media sosial berbasis internet -- akibat abai dari perhatian pemerintah, khususnya Kementerian Informasi dan Digital -- tidak luput dari dari  perilaku korupsi dan suap yang dapat dengan mudah untuk dimanfaatkan oleh pihak lain.

Sarinah Jkt, 9 Mei 2025.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment