Cita-cita Luhur Kemerdekaan di Negeri Yang Terus Gaduh
Jacob Ereste
Mediapertiwi,id,-Negara adalah perserikatan dari rakyat untuk secara bersama melindungi dan mempertahankan hak setiap individu untuk tetap hidup bebas dan merdeka. Tak beda dengan apa yang didifinisikan oleh J.J Rousseau tujuan dari bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Aristoteles mendifinisikan suatu negara sebagai persekutuan dari keluarga dan desa untuk mencapai kehidupan yang sebaik-baiknya. Sedangkan kata Jean Bordin, negara adalah persekutuan dari keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh kekuasaan yang berdaulat dari rakyat.
Lalu fungsi negara menurut John Locke (legislatif) membuat aturan (undang-undang), dan eksekutif melaksanakan peraturan yang telah dibuat oleh legislatif. Dan fungsi yudikatif bertugas melakukan penegasan supaya semua peraturan yang ada dapat dilaksanakan dengan baik dan benar.
Adapun tujuan dari dibentuknya negara Indonesia sendiri seperti termaktub dalam alinea ke empat UUD 1945 adalah (1) melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya sebatas pengertian ekonomi semata, tapi juga meliputi spiritual bangsa.
Kemudian yang tidak kalah penting tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mengikutsertakan fungsi dan peranan serta seluruh rakyat. Dan yang tidak kalah mulia dari cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia adalah hasrat untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi segenap warga bangsa di dunia dalam konteks memanusiakan manusia.
Dalam konteks memahami posisi rakyat dalam bernegara dan berbangsa inilah, keseriusan dari aparat pemerintah yang enggak untuk dikritik, menerima saran serta masukan dari rakyat jadi terkesan super dengan khazanah kepustakaan bernegara untuk dijabarkan dalam tata krama berbangsa sesuai dengan tuntunan UUD 1945 yang asli maupun yang diamandemen empat kali dengan semena-mena itu. Demikian pula dengan Pancasila yang tidak pernah dijadikan rujukan maupun tuntunan, meski sudah dijadikan sebagai ideologi negara dan pandangan hidup bangsa.
Akibatnya, rakyat yang kritis selalu dikriminalisasi, tindak pidana korupsi dijadikan proyek bancaan yang legal, hukum digunakan sekehendak hati aparat yang seharusnya wajib menegakkannya, perlindungan pada petani diabaikan, sehingga kedaulatan pangan cuma jadi slogan saja. Pelaksanaan pendidikan dibiarkan menjadi usaha komersial. Sumber alam dan hutan habis sudah dijadikan bancaan. Dan sejumlah asset negara dibagi-bagi menjadi milik pribadi.
Begitulah nasib rakyat yang terjajah di negerinya sendiri. Kebebasan beragama -- tidak hanya Islam -- dibiarkan dirusak tanpa serius untuk dilindungi oleh aparat penegak hukum. Akibat masing-masing para abdi negara asyik membangun kerajaan bisnis hingga usaha perjudian serta agen narkoba tanpa rasa berdosa sedikit pun.
Tampaknya demikianlah budaya di negeri yang terus gaduh, semakin jauh dari tujuan mulia kemerdekaan yang telah diproklamirkan para pendiri negara untuk bangsa yang bercita-cita luhur.
Banten, 29 Maret 2023
Post a Comment