Jejak Rekayasa Upah Buruh Pemeliharaan Jembatan: "Rekening Kami Dipakai, Tapi Uangnya Tidak Sepenuhnya Kami Nikmati"
MediaPertiwi,id-Wajo-Dugaan praktik manipulasi pembayaran upah buruh dalam kegiatan pemeliharaan jembatan melalui proyek pemeliharaan jalan nasional PPK 1.5 padat karya kini menyeruak ke permukaan. Fakta yang ditemukan di lapangan mengindikasikan adanya pola rekayasa administrasi keuangan dengan melibatkan oknum pegawai honorer berinisial AF.
Menurut keterangan sejumlah sumber, AF mendatangi beberapa warga dan menawarkan agar mereka membuka rekening bank dengan janji mendapat uang sebesar Rp300.000, tanpa perlu bekerja di lapangan. "Saya hanya disuruh buka rekening. Katanya nanti ada uang masuk Rp300 ribu. Tapi yang saya terima hanya Rp250 ribu karena dipotong administrasi," ungkap salah satu buruh yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Namun, kejanggalan mulai terungkap setelah buruh tersebut menerima kembali buku rekening yang sebelumnya dipegang oleh AF. Ketika dicetak di bank, ternyata ada transaksi masuk sebesar Rp4,7 juta atas namanya - jauh di atas jumlah yang pernah ia terima. "Saya kaget. Ternyata uang yang masuk jutaan rupiah, padahal saya tidak pernah kerja di proyek itu," ujarnya.
Setelah isu ini terendus media, AF disebut-sebut segera mengembalikan buku rekening kepada buruh dan menyampaikan bahwa pekerjaan sudah selesai serta gaji dihentikan. Langkah cepat tersebut justru menimbulkan tanda tanya: apakah ada upaya untuk menghapus jejak administrasi keuangan yang berpotensi membuka aliran dana proyek fiktif?
Saat dimintai keterangan di salah satu cafe di Kabupaten Wajo, Rumah Tua Adi selaku penanggung jawab proyek padat karya PPK 1.5 membantah adanya praktik penyimpangan. "Tidak ada pemotongan. Sebagian buruh memang tidak mau repot mengurus rekening sendiri, jadi mereka titip ke orang yang dipercaya dengan kesepakatan imbalan Rp300 ribu," ujar pejabat tersebut.
Namun, pernyataan itu tidak serta-merta menutup kemungkinan adanya pelanggaran hukum. Dalam pengelolaan dana publik, pemakaian nama atau rekening orang lain untuk mencairkan anggaran negara tanpa dasar kerja yang sah merupakan tindakan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi administrasi dan penyalahgunaan wewenang.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas dari aparat penegak hukum (APH). Sebab, jika praktik seperti ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana infrastruktur akan runtuh. Di atas kertas, kegiatan pemeliharaan jembatan tampak berjalan sesuai prosedur. Namun di lapangan, fakta menunjukkan sebaliknya: rekening buruh dipakai, uang publik mengalir ke tangan yang salah, dan tanggung jawab moral hilang di antara tumpukan laporan administrasi.
Sementara itu, Bupati LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Wajo, Abrar Mattalioe, menilai bahwa kalau ini betul, modus seperti ini termasuk dalam kategori manipulasi data penerima pembayaran dan dapat mengarah pada pembuatan laporan fiktif. "Kalau nama buruh dipakai untuk pencairan, sementara yang bersangkutan tidak bekerja, itu sudah memenuhi unsur perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum," ujar Abrar. (Tim).

Post a Comment