Iklan di Budpar Miliaran, Media Siber Abal Abal Mulai Plin Plan
Mediapertiwi,id-Banda Aceh-Anggaran promosi wisata Aceh tahun ini mencapai lebih dari Rp3,3 miliar. Belanja jumbo itu disebar ke sejumlah pos: pembuatan video promosi Rp200 juta per judul, iklan radio dan televisi masing-masing Rp200 juta, hingga publikasi budaya dan pariwisata di media cetak dan online yang menyedot Rp900 juta. Ada pula promosi destinasi wisata unggulan di Aceh Tengah dengan pariwara cetak Rp250 juta dan publikasi online Rp200 juta.
Informasi yang diperoleh media ini, Kamis, 28 Agustus 2025, menyebut pola pengelolaan dana tersebut dilakukan secara tertutup. Media penerima iklan sudah diarahkan sejak awal, bahkan ada peran aktif oknum partai politik dalam membagi jatah. “Promosi wisata hanya kedok untuk menggerogoti APBA,” kata seorang sumber yang mengetahui teknis pelaksanaan.
Sikap petinggi PSI Aceh, SS menambah sorotan. Awalnya ia meminta pemerintah tidak memangkas anggaran iklan. Tak lama kemudian ia justru mendesak agar anggaran publikasi dihapus. Seorang kawannya menyebut dalam kondisi linglung. “Medianya tak punya pembaca, isinya cuma rilis pers. Kantornya di rumah, dan belum terverifikasi Dewan Pers,” katanya.
Terkait tudingan plin-plan, SS belum berhasil dimintai tanggapan. Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan ia belakangan sedang pusing soal tarif iklan. “Iklan tembak, maksa tagih, tak dibayar dibilang kita tak pro pers,” ujar seorang pejabat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh.
Di balik hiruk pikuk itu, muncul nama Mr Choh, oknum wartawan yang dikenal sebagai pemburu pokir. Ia disebut-sebut ikut berburu dana publikasi dari proyek Budpar. Sementara Mister Fud, oknum politisi partai berkuasa, mulai ikut mencari rezeki di sektor publikasi. “Ketua PSI plin-plan, wartawan dan politisi malah ikut berburu iklan. Ini memperlihatkan siapa sebenarnya yang menikmati dana jumbo itu,” ujar seorang pengelola media siber.
Pemantau pers, Ery Iskandar, melihat situasi ini sebagai rebutan jatah. “Yang kebagian diam, yang tak kebagian menyerang. Asik sih, kita nonton oknum-oknum bertopeng pers itu,” sindirnya.
Fenomena media abal-abal makin menambah keruh. Banyak media tanpa kantor, hanya dikelola satu orang, tapi ikut menikmati anggaran negara. “Media seperti ini sebaiknya segera dibasmi dari lingkaran penikmat anggaran,” kata seorang pemerhati pers di Banda Aceh.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pejabat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh belum berhasil dihubungi terkait penggunaan anggaran promosi wisata yang dinilai tak jelas arahnya (AW).
Anggaran promosi wisata Aceh tahun ini mencapai lebih dari Rp3,3 miliar. Belanja jumbo itu disebar ke sejumlah pos: pembuatan video promosi Rp200 juta per judul, iklan radio dan televisi masing-masing Rp200 juta, hingga publikasi budaya dan pariwisata di media cetak dan online yang menyedot Rp900 juta. Ada pula promosi destinasi wisata unggulan di Aceh Tengah dengan pariwara cetak Rp250 juta dan publikasi online Rp200 juta.
Informasi yang diperoleh media ini, Kamis, 28 Agustus 2025, menyebut pola pengelolaan dana tersebut dilakukan secara tertutup. Media penerima iklan sudah diarahkan sejak awal, bahkan ada peran aktif oknum partai politik dalam membagi jatah. “Promosi wisata hanya kedok untuk menggerogoti APBA,” kata seorang sumber yang mengetahui teknis pelaksanaan.
Sikap Ketua PSI Aceh, Said Saiful, ikut menambah sorotan. Awalnya ia meminta pemerintah tidak memangkas anggaran iklan. Tak lama kemudian ia justru mendesak agar anggaran publikasi dihapus. Seorang kawannya menyebut Said dalam kondisi linglung. “Medianya tak punya pembaca, isinya cuma rilis pers. Kantornya di rumah, dan belum terverifikasi Dewan Pers,” katanya.
Terkait tudingan plin-plan, Said Saiful belum berhasil dimintai tanggapan. Informasi yang dihimpun media ini menyebutkan ia belakangan sedang pusing soal tarif iklan. “Iklan tembak, maksa tagih, tak dibayar dibilang kita tak pro pers,” ujar seorang pejabat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh.
Di balik hiruk pikuk itu, muncul nama Mr Choh, oknum wartawan yang dikenal sebagai pemburu pokir. Ia disebut-sebut ikut berburu dana publikasi dari proyek Budpar. Sementara Mister Fud, oknum politisi partai berkuasa, mulai ikut mencari rezeki di sektor publikasi. “Ketua PSI plin-plan, wartawan dan politisi malah ikut berburu iklan. Ini memperlihatkan siapa sebenarnya yang menikmati dana jumbo itu,” ujar seorang pengelola media siber.
Pemantau pers, Ery Iskandar, melihat situasi ini sebagai rebutan jatah. “Yang kebagian diam, yang tak kebagian menyerang. Asik sih, kita nonton oknum-oknum bertopeng pers itu,” sindirnya.
Fenomena media abal-abal makin menambah keruh. Banyak media tanpa kantor, hanya dikelola satu orang, tapi ikut menikmati anggaran negara. “Media seperti ini sebaiknya segera dibasmi dari lingkaran penikmat anggaran,” kata seorang pemerhati pers di Banda Aceh.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pejabat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh belum berhasil dihubungi terkait penggunaan anggaran promosi wisata yang dinilai tak jelas arahnya (AW).
Post a Comment