News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

 

Cerpen: Diko, Detektif Mental Pengemis

Sebuah kisah di Negeri Ujung Barat Konoha…

Di negeri ini, matahari selalu bangun tepat waktu, tapi cahaya tak selalu menyinari kebenaran. Angin yang mengusir debu jalanan juga membawa bisik-bisik yang lebih tajam dari belati. Di warung kopi, kata “korupsi” sering bergema di antara denting sendok dan seruputan teh, seolah semua orang adalah jaksa yang siap menuntut. Namun ketika pena harus menari di atas kertas, banyak tangan yang justru gemetar.

Di tengah panggung kabar itu, ada seorang tokoh yang selalu muncul di antara desas-desus—bukan sebagai pengungkap kebenaran, melainkan sebagai penikmat cerita: Diko. Wartawan Bodrek, detektif Mental Pengemis. Pahlawan di bibir, penonton di arena.

Pembukaan di Warung Pinggir Sawah

Sore itu, warung kopi di pinggir sawah berwarna emas dipenuhi suara canda dan gelak tawa. Di sudutnya, Diko duduk di kursi plastik yang kakinya sudah miring. Lensa kacamatanya yang tergores memantulkan cahaya senja, menciptakan kesan seolah ia sedang merencanakan liputan besar.

“Kalau di sana korupsi, di sini koruptor… sama saja,” ucapnya sambil meniup asap rokok.

Bagi orang yang baru mengenalnya, itu terdengar seperti pembukaan berita investigasi yang akan mengguncang negeri. Tapi bagi pelanggan tetap warung itu, kalimat itu hanyalah kode bahwa Diko sedang memancing topik sambil berharap ada yang mentraktir kopi kedua.

Keberanian di Bibir, Takut di Lapangan

Suatu hari, seorang pemuda di warung itu memberanikan diri.

“Bang, kalau yakin itu korupsi, tulis saja. Biar publik tahu.”

Diko tersenyum tipis, meneguk kopinya pelan. “Ah… itu hutan gelap, banyak pawangnya. Bisa hilang kita.” Matanya menatap jauh, tapi bukan karena merenung soal kebenaran—ia hanya melirik piring pisang goreng di meja sebelah.

Di mulutnya, Diko adalah singa yang mengaum. Tapi ketika berada di lapangan, ia menjelma kucing jinak yang mengendus-endus pintu dapur. Baginya, berita bukanlah soal keberanian atau integritas, melainkan peluang untuk sekadar mendapatkan amplop liputan atau makan siang gratis.

Metode Investigasi ala Bodrek

Metode “investigasi” Diko sederhana:

1. Dengar rumor dari satu pihak.

2. Angguk serius seolah paham.

3. Tutup buku catatan, pulang.

Tidak ada konfirmasi, tidak ada data. Baginya, kebenaran itu seperti mie instan—cepat saji dan tak perlu direbus terlalu lama. Sering kali berita yang ia tulis hanyalah potongan siaran pers yang disalin mentah-mentah, dibumbui kalimat dramatis agar terlihat eksklusif.

Kasus Besar yang Tak Pernah Terjadi

Sore lainnya, Diko bersemangat bercerita. “Besok aku bongkar kasus besar!” serunya. Orang-orang di warung hanya tersenyum. Mereka tahu, “kasus besar” versi Diko biasanya berakhir pada unggahan foto selfie di depan gedung dinas, dengan caption: ‘Menelusuri jejak mafia anggaran… tunggu berita selanjutnya!’

Berita selanjutnya tak pernah datang, karena sebelum sempat menulis, Diko sudah sibuk menghadiri acara potong tumpeng di kecamatan.

Pahlawan Versi Dirinya Sendiri

Diko sering memberi wejangan kepada wartawan muda. “Kita ini anjing penjaga demokrasi,” katanya penuh wibawa. Namun ia juga menambahkan, “Kalau tuan rumahnya galak, jangan gonggong. Pura-pura ekor masuk kaki saja.”

Dan di Negeri Ujung Barat Konoha, di mana keberanian sering berharga mahal, Diko memilih menjadi pahlawan di meja kopi—bukan di medan kebenaran. Sebab baginya, keamanan dompet jauh lebih penting daripada keamanan publik. (EI/AW).

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment