Sistem "Ketua Kelas" dan "Cukong" Proyek Bikin Geram di Wajo
Mediapertiwi,id,Wajo-SulSel-Adanya istilah "ketua kelas" yang mengkoordinir paket proyek di Kabupaten Wajo kini tengah menguat.
Praktik “bagi-bagi kue proyek” kembali mencuat di lingkaran Pemerintah Kabupaten Wajo. Ini dibuktikan bahwa Proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas pendidikan diduga kuat di koordinir oleh sosok yang berasal dalam kekuasaan yang bukan pejabat struktural, melain tim pemenangan pilkada lalu.
Sistem yang dikenal dengan sebutan “Ketua Kelas", kini aktif menjadi pintu masuk bagi "calo proyek" yang melibatkan oknum kerabat dekat sang pemimpin alias bupati. Namanya mencuat sebagai "maestro" pengatur proyek di wilayah ini.
Belum lagi adanya kontraktor luar yang menguasai proyek besar asal Kabupaten Soppeng sebagai pemenang tender yang saat ini sementara mengerjakan tiga proyek dengan anggaran miliaran. Salah satunya yakni paket pekerjaan proyek pemeliharaan kompleks rujab bupati wajo dengan pagu anggaran 3,7 M.
Masuknya pengusaha atau kontraktor dari luar sebagai pemenang tender di Kabupaten Wajo ini, menunjukkan sistem pengadaan memang terbuka dan kompetitif, akan tetapi ini juga mengungkapkan lemahnya daya saing maupun pemberdayaan kontraktor lokal.
Dugaan kuat mengemuka bahwa sejumlah proyek fisik dan pengadaan barang/jasa tidak lagi murni untuk kepentingan rakyat, melainkan dijadikan ajang "balas budi" politik dan alat bayar utang saat konstentasi pilkada lalu.
Dilain sisi, masalah proyek yang dikuasai oleh istilah "cukong" dan istilah "ketua kelas" proyek seringkali mengacu pada praktik korupsi, nepotisme, atau kolusi dalam pengelolaan proyek di suatu daerah. Istilah "cukong" sendiri sering digunakan untuk merujuk pada individu atau kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam proyek-proyek pemerintah atau swasta, seringkali melalui koneksi politik atau keuangan.
Hingga berita ini di tayangkan, Bupati Wajo maupun wakilnya yang di konfirmasi melalui WhatsAppnya Sabtu (5/7) terkait masalah tersebut tak kunjung dijawab.
Sementara itu, Ketua Perserikatan Journalis Indonesia (PERJOSI) Kabupaten Wajo, Abrar Mattalioe, mengungkapkan, jika diamati, hampir setiap tahun, perusahaan dari luar daerah khususnya dari Kabupaten Soppeng mendominasi daftar pemenang tender proyek bernilai besar di Wajo. Ironisnya, perusahaan lokal hanya menjadi penggembira. "Mereka seakan-akan tak diinginkan berkembang di tanah sendiri," ujar Abrar.
Fakta ini bukan sekadar soal kalah bersaing. Ini tentang bagaimana kebijakan pemerintah daerah seharusnya berpihak pada pembangunan ekonomi lokal, bukan justru membuka karpet merah bagi kontraktor luar tanpa proteksi terhadap pelaku usaha daerah sendiri.
Abrar juga menyoroti dengan adanya istilah "ketua kelas" yang membagi-bagi proyek. Hal itu dapat memicu potensi korupsi dan penyalagunaan kekuasaan jika tidak ada pengawasan yang efektif.
Dilain sisi masyarakat mungkin akan kehilangan kepercayaan terhadap kinerja bupati jika proyek-proyek dikuasai oleh segelintir orang atau atau kelompok tertentu.
Abrar mengatakan bahwa Bupati memang tak pernah secara eksplisit menyatakan dukungan terhadap praktik ini. Tapi diamnya pemimpin di tengah gejolak yang terang-benderang, bagi sebagian pihak, justru dianggap sebagai bentuk pembiaran yang disengaja.
“Kalau Bupati bersih, mestinya bisa bersikap. Tapi kalau dibiarkan terus, publik akan percaya bahwa ini semua ada di bawah kendalinya,” tegasnya. (Tim).
Post a Comment