Adian Napitupulu Desak Penghapusan Biaya Layanan Ojol: Pendapatan Aplikator Bisa Capai Rp92 Miliar per Hari!
Mediapertiwi,id,Banten-Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, angkat suara soal keresahan yang selama ini dirasakan oleh jutaan pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia. Ia secara tegas meminta agar biaya layanan dan jasa aplikasi yang selama ini dibebankan kepada konsumen dan pengemudi segera dihapus karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
“Biaya potongan 20 persen memang diatur dalam Kepmenhub Nomor KP 1001 Tahun 2022. Tapi potongan tambahan yang selama ini mencapai 30 hingga 50 persen, bahkan dikenakan ganda—baik ke pengemudi maupun konsumen—itu jelas bermasalah,” ujar Adian dalam keterangannya.
Adian memaparkan potensi keuntungan besar yang didapat para aplikator. Jika potongan ganda ini terus diberlakukan, ia menghitung pendapatan perusahaan aplikator bisa mencapai Rp92 miliar per hari, tanpa memperhatikan beban hidup para pekerja di lapangan.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul aksi unjuk rasa besar-besaran oleh para pengemudi ojol di kawasan Monas, Jakarta. Dalam aksi tersebut, ribuan driver menuntut kejelasan regulasi tarif serta pengurangan potongan aplikator yang dinilai sangat memberatkan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada langkah konkret dari Kementerian Perhubungan atau lembaga terkait untuk menanggapi tuntutan tersebut. Sementara itu, para pengemudi ojol masih terus bekerja di jalanan meski dalam tekanan ekonomi, demi menyambung hidup.
Banyak dari mereka berharap pemerintah dan media dapat lebih memperhatikan jeritan para pekerja lapangan ini, yang selama ini menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat.
“Pengemudi ojol bukan sekadar profesi. Mereka adalah simbol perjuangan rakyat di tengah kota. Mereka bukan hanya perlu didengar, tapi juga dilindungi secara hukum dan kebijakan,” pungkas Adian.
Langkah-Langkah Penting yang Harus Diperhatikan Pemerintah dan Pemangku Kepentingan:
1. Revisi Regulasi Tarif dan Potongan Aplikator
* Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan dan Kominfo harus segera meninjau ulang regulasi yang mengatur potongan dan tarif ojol.
* Diperlukan payung hukum baru yang melarang biaya layanan dan potongan di luar aturan resmi, termasuk biaya ganda ke pengemudi dan konsumen.
2. Transparansi Pendapatan Aplikator
* Aplikator harus diwajibkan secara hukum untuk membuka laporan keuangan dan skema pembagian pendapatan secara terbuka.
* Mekanisme pengawasan harus dipegang oleh lembaga independen atau lembaga negara seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
3. Perlindungan Sosial untuk Driver
* Negara perlu memastikan pengemudi ojol masuk dalam skema perlindungan pekerja informal:
* Jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan)
* Jaminan kecelakaan kerja (BPJS Ketenagakerjaan)
* Subsidi atau insentif berbasis pendapatan riil jika terjadi kenaikan harga BBM atau suku cadang.
4. Pembentukan Serikat Resmi dan Forum Dialog Tripartit
* Dibutuhkan forum resmi yang melibatkan perwakilan driver, aplikator, dan pemerintah untuk merumuskan kebijakan bersama.
* Negara harus memfasilitasi pembentukan serikat pengemudi ojol nasional yang bisa menyuarakan tuntutan secara legal dan terstruktur.
5. Edukasi Konsumen tentang Potongan dan Biaya Layanan
* Banyak konsumen tidak tahu bahwa sebagian besar potongan aplikator justru dibebankan kepada mereka.
* Perlu kampanye publik agar konsumen bisa menuntut transparansi harga, dan ikut serta dalam gerakan mendorong keadilan digital.
Solusi atas persoalan ojek online bukan hanya soal tarif dan potongan, tetapi tentang keadilan digital di era ekonomi platform. Pemerintah sebagai pengatur, aplikator sebagai pelaku bisnis, dan masyarakat sebagai pengguna maupun pekerja, harus terlibat dalam membangun ekosistem yang adil, transparan, dan mensejahterakan.
Jika tuntutan ini terus diabaikan, maka bukan tidak mungkin gejolak sosial akan semakin membesar. Ini bukan hanya soal driver, tapi soal nasib jutaan rakyat yang hidup di tengah ekonomi informal dan ketimpangan struktural.(p.c.id)
Post a Comment