Potensi Wisata Budaya dan Spiritual Bangsa Indonesia Yang Mengagumkan
Oleh:Jacob Ereste
Mediapertiwi,id-Puncak kejayaan kerajaan Sriwijaya antara abad 7 hingga abad 13 Masehi menandai capaian peradaban yang tinggi, karena tidak hanya berjaya dalam ketatanegaraan yang kuat dan tangguh, tapi juga menjadi pusat pendidikan agama Buddha terkemuka di Asia Tenggara setara dengan Nalanda --sebuah perguruan tinggi agama Buddha di India -- yang terkenal di dunia. Ketika itu, banyak pelajar dan Bhiku dari berbagai negara datang ke Sriwijaya untuk belajar. Artinya, para guru dan pengajar yang ada di Sriwijaya ketika itu sudah mendapat pengakuan dunia yang setara dengan lembaga pendidikan Nalanda yang ada Bihar, India sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kaisar Kumaragupta I. Dan Nalanda terkenal sebagai pusat pendidikan agama Buddha yang meliputi filsafat, astronomi, logika dan ilmu pengetahuan lainnya.
Perguruan tinggi Nalanda berjaya sampai penghujung abad 12 sebelum ditaklukkan oleh kerjaan Islam yang dipimpin oleh Bakhtiyar Khilji, dari Helmand, Afghanistan.
Muhammad Bakhtiyar Khilji adalah Jendral Militer dari dinasti Ghutid dibawah kepemimpinan Ghori -- yang menaklukkan wilayah timur India, termasuk Bihar dan Benggala pada akhir abad 12 hingga awal abad ke 13. Syahdan, pada tahun 1203 Masehi, Benggala ditaklukkan hingga berdirinya dinasti Khilji do wilayah tersebut. Semua pusat pendidikan Bhudda dihancurkan, termasuk Universitas Nalanda Vikranashila dan Odantapuri yang menyebabkan kemunduran besar dalam tradisi keilmuan Bhudda di India Utara. Karena itu, kerajaan Sriwijaya di Sumatra menjadi satu-satunya pusat pendidikan tinggi agama Bhudda yang ada di dunia. Sehingga pusat spiritualitas di dunia sempat lama berhaya di Sumatra, Nusantara yang kemudian menjadi bagian dari Indonesia Raya.
Masalahnya sekarang, mengapa dari kesatuan dan persatuan suku bangsa Nusantara yang telah menjadi Indonesia ini justru tidak tidak lebih tangguh dan kuat seperti Majapahit dan Sriwijaya misalnya. Setidaknya, Sriwijaya yang pernah menjadi magnet keilmuan Bhudda dan memiliki komplek percandian Muara Jambi dan Muara Takus yang sungguh megah itu, tidak mampu menjadi penerang jagat peradaban manusia Nusantara pada hari ini yang telah dipersatukan oleh Republik Indonesia.
Kedatang tokoh spiritual I-Tsing dari Tiongkok untuk belajar di Sriwijaya pada abad ke - 7 jelas membuktikan adanya pengakuan terhadap peradaban bangsa Nusantara sudah lebih maju, setidaknya dari bangsa Tiongkok ketika itu. Artinya, keberadaan lembaga pendidikan yang ada di Sriwijaya setidaknya setara dengan Nalanda yang ada di India. Bukti nyata ini merupakan cerminan dari warisan intelektual dan spiritual bangsa Nusantara menjadi acuan bangsa-bangsa yang ada di dunia.
Bahkan seorang tokoh Bhuddis dari India sendiri, yaitu Atisha tercatat pernah belajar di Sriwijaya sebelum akhirnya menyebarkan ajarannya di Tibet.
Perkembangan agama Bhudda Mahayana yang berpusat di Sriwijaya membuktikan bahwa kerajaan Sriwijaya tidak hanya kuat secara politik dan negara maritim, tetapi juga unggul secara spiritual dan intelektual di dunia, sehingga pantas menjadi pusat ziarah keagamaan bagi umat Bhudda di seluruh dunia. Karena itu, dapat segera dibayangkan bila Candi Borobudur, Cindi Kalasan, Candi Prambanan dan Cindi Muara Jambi dan Candi Muara Takus dapat dikelola dengan baik hingga maksimal -- tak hanya sebatas sebagai obyek wisata budaya, tapi juga wisata spiritual -- maka kunjungan turis utamanya umat Bhudda di berbagai negara, akan berduyun-duyun datang ke Indonesia, seperti kunjungan jemaah haji dari seluruh negara datang ke Mekkah, tak hanya pada musim haji, tetapi juga melakukan umrah pada setiap saat yang senggang. Dan sejumlah situs sejarah lainnya di Indonesia merupakan bagian dari ekspresi kebanggaan bangsa Indonesia.
Pasar Ikan, Jkt, 13 Juni 2025.
Post a Comment