News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Nilai Filisofis dan Sosiologis Sambel Tempoyak Dalam Tradisi Makan Suku Bangsa Lampung

Nilai Filisofis dan Sosiologis Sambel Tempoyak Dalam Tradisi Makan Suku Bangsa Lampung

 Oleh:Jacob Ereste 

Mediapertiwi,id-Senang sekali rasanya saat membaca cerita Mohammad Madani gelar Dalom Putrkha Jaya Makhga tentang sambel tempoyak yang khas menjadi pelengkap makan besar dari keluarga Lampung, meski sesungguhnya banyak juga digemari  oleh sulu bangsa masyarakat Sumatra Selatan yang ada di berbagai tempat, meski penyebutan namanya hadi berbeda.

Hanya saja cerita tentang sambel  tempoyak yang unik dan khas rasanya ini -- karena dibuat dari buah durian yang dipermentasikan -- bagus sekali bila dapat diuraikan juga tidak hanya sebatas lauk pauk dari acara makan pun yang dari warga masyarakat Lampung pada umumnya pun bernilai sakral. Apalagi acara makan itu sering diperluas dengan mengajak saudara yang ada di sekitar tempat tinggal. Tentu saja, akan lebih heboh dan  spektakuler bila acara makan bersama itu juga  mengajak anggota keluarga yang lebih besar. Misalnya karena ada diantara anggota keluarga tang ada di tempat lain atau kota datang bertandang untuk melepas rasa kangen atau sekedar berbagi kebahagian bersama keluarga lainnya yang ada di kampung atau di tuh atau anek. 

Jadi nilai sakral dari acara makan bersama yang acap dilakukan siku bangsa Lampung tidak hanya sekedar semacam rasanya kuliner belaka, sehingga milai-nalai sakral dan spiritual yang sangat nenonjol  dan menarik dari sambel tempoyak itu tidak cuma sebatas acara makan bersama saja, tapi ada nilai filisofis dan sosiologisnya yang salam seperti ekspresi dalam kebersamaan, atau saat sebelum acara makan bersama itu dimulai atau setelah usai, biasanya beragam penuturan kisah dan cerita tentang keluarga lain yang sudah sukses atau karena jarang dapat berkumpul bersama dalam acara makan bersama yang bermakna sosiologis tanpa pernah dipelari dari perguruan tinggi yang ada.

Jadi nilai kerukunan dan kebersamaan dalam berbagi kebahagiaan, sering dilakukan oleh keluarga suku bangsa Lampung yang tidak perlu mengacu pada konsepsi persatuan dan kesatuan untuk sekaligus menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam satu puak atau keluarga. Namun budaya yang telah dipraktikkan secara turun temukan ini mempunyai nilai filosofis dalam tradisi lisan yang tidak pernah tertulis ini, diteguhi dan dirawat bersama, utamanya bagi mereka yang berkecimpung untuk menyelenggarakannya.

Artinya, nilai filisofis dan sosilogis sambel tempoyak dalam acara makan bersama keluarga suku bangsa Lampung dapat diurai tidak hanya dari nikmatnya menu makan bersama itu yang seakan wajib disertai oleh gulai ikan, tetapi lebih jauh lagi bagaimana awal mulanya ilmu dan  pengetahuan tentang persentase buah durian itu bisa dilakukan san menjadi menu pelengkap dalam acara makan bersama, atau bahkan menjadi bagian dari acara makan adat -- begawi e -- atau hajat besar yang berkaitan dengan upacara pernikahan, kelahiran, sunatan atau sejenis upacara adat lainnya.

Paparan filosofis di balik sambel tempoyak dalam tradisi makan warga masyarakat Lampung yang ditulis Mohammad Madani dalam medua Hati Pena, 15 Juni 2025 sungguh menarik, apalagi bahasa tuturnya bagus dan enak. Cuma saja sayangnya tidak diekplorasi lebih maksimal mulai dari makna acara makan bersama itu sendiri hingga ke beragam acara makan bersama itu sendiri yang telah menjadi budaya secara turun temurun dalam adat kebiasaan suku bangsa Lampung. Itulah sebabnya, tradisi "cuak mengan" sungguh unik dan menarik bila  diteliti secara filosofis dan sosiologis hingga masih dapat bertahan sampai sekarang.

Setidaknya, dalam acara makan bersama keluarga dalam tradisi dan budaya suku bangsa Lampung, pasti miliki  nilai yang sakral. Spiritual hingga filosofis dan sosiologis yang pantas dan patut dijaga dan dipelihara sampai kapanpun juga. Sebab nilai-nilai kebersamaan, kerukunan san kerapatan dalam keluarga, suku atau puak dan satu kesatuan marga patut dan kayak untuk tetap dijaga dan dipelihara bersama. Sebab dari acara makan bersama dengan simbol sambel tempoyak itu mulai dari lingkaran kecil  keluarga merupakan bagian dari cara untuk menjaga rasa kebersamaan, kekompakan dan mengerahkan tali persaudaraan yang mungkin saja sudah merenggang. Padahal dalam segala yang lebih luas -- keluarga besar, satu marga atau bahkan acara makan bersama satu kampung pun -- yang masih acap dilakukan -- dapat menjadi sarana membangun kerukunan dalam kebersamaan. Maka itu, acara makan bersama yang dikelas dalam bentuk hajatan, syukuran dan sejenisnya juga jerapah dilakukan warga masyarakat di perkotaan. Setidaknya dengan begitu, rada kangen dengan kampung halaman bisa tertangkap dan terserap nuansanya.

Banten, 14 Juni 2025.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment