News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Catatan Perjalanan Mendaki Gunung Bersama Rizal Tanjung Yang Nakal dan Cerdas

Catatan Perjalanan Mendaki Gunung Bersama Rizal Tanjung Yang Nakal dan Cerdas

 
Oleh: Jacob Ereste 

Mediapertiwi,id-Sesungguhnya apresiasi Rizal Tanjung tentang beragam paparan dan kegelisahan hati saya,  seperti menemukan kawan yang sejalan dalam mendaki gunung yang semakin dengan semakin belukarnya, namun sunyi, tiada pendaki lain yang tangguh seperti Rizal Tanjung yang tampak setia untuk menuju puncak gunung yang asing dan penuh pesona panorama yang indah.

Seorang kawan yang tidak cuma mengesankan ingin menemani perjalan  yang panjang penuh lika-liku ini, semakin meyakinkan seperti penuntun yang sungguh diperlukan, setidaknya semakin yakin tidak sendiri, dan mungkin dapat juga merdeka sepi. Seperti di tengah puncak gunung yang dingin, sungguh hati terasa acap kecut dan nyeri untuk menikmati pemandangan baru yang belum pernah dicercap sebelumnya.

Selain itu pun -- selain menjadi kawan penuntun jalan -- kegundahan hati pun tak lagi terlalu membuncah. Sesekali bisa asyik dengan diri sendiri tanpa perlu risau pada arah yang mungkin salah. Maka itu, cerita dan kisah yang dia dongengkan, aku nikmati semacam puisi esai penghibur dalam renungan sambil melupakan rasa penat dan lelah.

Ibarat pujangga yang terlambat lambat di jaman artificial Intelligence sekarang ini, tak perlu untuk menghiba pada kerajaan yang abai pada nasib setiap orang tanpa kecuali, untuk lebih gigih  memperjuangkan nasib dan masa depannya sendiri.  Karena itu, sastrawan maupun seniman tak lagi akan lahir dengan karya maestronya yang bisa menjadi  kebanggaan bagi negeri ini. Sebab lembaga pendidikan pun di kerajaan modern pada jaman ini dipersilahkan mencari ongkos pembiayaan sendiri. Pendek kata, lembaga pendidikan kita -- utamanya perguruan tinggi -- boleh dikelola seperti warung makan yang bisa menyajikan menu favorit dengan tarif yang diorientasikan untuk membuat akumulasi modal bisa berlipat ganda dalam waktu singkat. Itulah takaran keberhasilan, tanpa perlu risau dan pusing dengan produk yang dihasilkan, karena semua takarannya adalah fulus. Bila perlu menjual ijazah siap saji pula seperti menu yang diracik sesuai dengan selera publik.

Hakekat terdalam dari perkawanan dan persahabatan itu memang tak perlu bersentuhan fisik, karena esensinya adalah persentuhan hati yang mampu menghantar dalam pilinan silaturahmi yang bermuara pada hakikat persaudaraan yang sejati. Dalam konteks inilah kesadaran tentang ikatan genetik acap Batak akibat egosentrisitas yang memiliki frekuensi menggetarkan kalbu. Inti pokoknya, saya suka dengan kenakalan Rizal Tanjung yang jadi termaafkan lantaran kecerdasanya yang luar biasa sehingga membuka ruang harap kelak dia pun akan menjadi pendaki gunung yang tangguh.

Relasi terbaik antara manusia yang hakiki terpatri pada frekuensi batin -- yang terpelihara dalam nuansa spiritual yang bagus dan juga indah.   Permenungan yang relatif jernih itu, sangat mungkin diperoleh dari kontemplasi yang intens di kaki Gunung Kerinci atau mungkin langsung dari puncak Singgalang atau Tandikat dan Gunung Talang yang sejuk dan menjernihkan hati serta pikiran yang jenial -- meski sekali lagi -- terkesan nakal.

Dari dialog spiritual  mendaki ke puncak gunung ini, ingin kutanyakan Ikhwal Kayu Tanam yang telah menorehkan sejarah tak hanya bagi Padang Pariaman. Sebab hasrat yang membuncah, ingin sekali kembali melintas di kawah candradimuka para pemimpin dan tokoh besar yang ada di republik ini. Sebagai Sekolah Guru Bantu, jelas hasrat untuk mengabdi bagi mereka yang singgah di Perguruan Kayu Tanam itu tak lagi perlu disangsikan elan vital dan heroismenya. Sebab daya hidup yang tumbuh dan terus berkembang sudah dibuktikan oleh sosok terpuja -- sebagai Bapak Bangsa -- Datuk Ibrahim Sutan Malaka. Karena yang ada kini, tinggal Datuk Moti yang juga tak henti samadi, membiarkan hiruk pikuk dan kegaduhan di Ibu Kota yang tak pernah henti. Artinya, bulan berati tak kagum dan salut pada Al Farabi, Socrates, Ibnu Sina, Aristoteles, Hayy Ibn Yawzan, Plato dan Al Mutanabbi, atau pun Atisha Dipamkara.

Aku lebih suka dan cinta pada negeri dan bangsaku sendiri. Tiada kecuali untuk kamu juga.

Ujung Kulon, 14 Juni 2025.

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment