Ajakan Berunding Para Raja Maling Hanya akan Mengajarkan Kita Menjadi Maling Juga
Oleh : Jacob Ereste
Mediapertiwi,id-Berunding dengan maling itu adalah kesia-siaan yang tak perlu dilayani. Sebab hasilnya hanya akan mengajarkan kepada kita untuk menjadi maling yang dianggap bermoral serta beretika untuk mengklaim berakhlak mulia. Apalagi maling itu sudah berkomplot membentuk semacam konsorsium yang memang berniat jahat untuk memperdaya kita. Seperti gertakan pembela hukum yang langsung mengklaim akan menengahi perkara itu, sungguh merupakan isyarat masalahnya akan semakin kusut dibelit oleh pasal-pasan rekayasa yang sudah dipersiapkan agar dapat bayaran yang mahal.
Jadi, semua berujung pada duit -- mencari keuntungan dari hak milik orang lain -- yang bisa diaku-aku seperti empat pohon di belakang rumah yang tiba-tiba-tiba diklaim oleh tetangga sebelah karena musim telah tiba untuk mengunduh hasil buahnya yang mengkal dan menggiurkan banyak pembeli hingga dapat menghasilkan cuan yang tidak sedikit jumlahnya.
Oleh karena itu berunding dengan maling tidak perlu. Biarkan saja mereka menjarah untuk menandai perang tanding dalam bentuk apapun. Toh, sejak jaman prasejarah kemerdekaan dahulu sudah ada kanun yang menjadi pedoman pokok untuk menghadapi sikap para dajjal yang pesong hendak menjarah kampung halaman kita. Kecuali itu, pengalaman bergerilya sebagai bangsa pejuang yang gigih, melawan khape pun sudah terlatih, bila perang terpaksa harus kembali dimulai.
Bukankah perang melawan khape itu sangat disadari tidak hanya bersifat politik, dan fisik, tetapi juga dilandasi semangat jihad dan pengujian kadar spiritualitas yang teguh menjaga harga diri -- siri -- yang lebih baik pecah sekalian daripada cuma retak atau s sempal belaka. Karena prinsip berperang sampai mati itu dasarnya adalah melawan musuh Allah. Yaitu mereka yang tamak dan rakus hendak merampas hak-hak asasi dan milik kita yang sah.
Pasal-pasal perundingan Helsinki tahun 2005 yang penting justru sepakat untuk menghentikan permusuhan. Otonomi khusus dan pelucutan senjata agar tidak lagi terjadi berperang. Begitu juga niat dan semangat reintegrasi, hak asasi manusia. Jadi untuk acara berunding mulai mengungkit rekayasa mengklaim empat pohon di belakang rumah itu mengacu kepada perundingan Helsinki tahun 2005, itu jelas akan melukai luka lama yang baru sembuh hingga harus disikapi "kepalang retak biar pecah sekalian saja".
Adalah pilihan ini yang dianggap bijak untuk dilakukan. Maka itu pilihan perundingan dengan persekongkolan para maling tidaklah perlu dilakukan. Biar saja kita tunggu apa maunya. Ibarat pereman pasar, kita tidak menjual, tetapi kalau ada jual, kita borang saja sekalian. Maka itu, ajakan Berunding para raja maling, tak perlu dilayani, karena hanya akan mengajarkan kepada kita menjadi maling juga. Itu pesan Nenek dahulu ketika masih di Sabang sebagai bekal tambahan untuk merantau.
Senin, 16 Juni 2025.
Post a Comment