UKW Disalahgunakan, Jupikar Kini Hidup Bergelimang Harta
Mediapertiwi,id-Di Aceh, fenomena wartawan yang dikenal dengan sebutan "Jupikar" bukanlah satu atau dua orang saja. Mereka ada puluhan, bahkan ratusan—yang mengaku jurnalis berstatus “wartawan kompeten” berbekal sertifikat UKW. Namun, kenyataannya, profesi mereka jauh dari idealisme jurnalistik. Ada yang berperan sebagai staf ahli humas, beking pejabat, politisi, preman, kontraktor, bahkan pengacara. Banyak pula yang kini beralih jadi pelobi anggaran pokir dewan.
Salah satu figur yang mencuat adalah ZR, seorang oknum yang masuk kategori Jupikar. Dengan kartu UKW di tangan, ZR memainkan peran ganda. Kadang ia tampil sebagai wartawan, di lain waktu menjadi makelar proyek, dan tak jarang menekan pejabat demi mendapatkan iklan dan keuntungan pribadi. ZR adalah contoh nyata bagaimana profesi wartawan bisa disulap jadi jalan pintas menuju kekayaan dan pengaruh.
Cerita ZR bukan kasus tunggal. Ada Jupikar lain yang juga memanfaatkan kartu UKW sebagai "izin resmi" untuk mengakses dana publikasi pemerintah, membangun media dengan nama mirip merek obat kuat, dan menguasai iklan pokir miliaran rupiah per tahun. Meski awalnya berstatus tenaga penjaga hutan (pamhut), mereka berhasil lolos uji kompetensi wartawan dengan catatan riwayat jurnalistik yang tidak jelas.
ZR sendiri mengaku sudah tidak lagi bertugas sebagai pamhut karena tidak lolos seleksi P3K. Namun, kawan-kawannya meragukan pengakuan itu. Mereka mengenal ZR sebagai sosok lihai bersilat lidah dan mahir menyembunyikan status sebenarnya. Keahliannya dalam mengolah proposal dan menyusun strategi menjadikan dia sosok yang sulit ditandingi.
Perputaran uang iklan pokir yang dikuasai para Jupikar ini memperlihatkan bagaimana sertifikat UKW yang semestinya menjadi bukti kompetensi, justru disalahgunakan demi keuntungan pribadi. Mobil mewah, rumah megah, tabungan dengan brankas, dan tanah luas kini menjadi pemandangan biasa di kalangan mereka.
Fenomena Jupikar seperti ZR menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas dan etika dalam dunia pers di Aceh. Saat kartu UKW yang seharusnya menjadi standar kualitas wartawan justru menjadi alat untuk meraup keuntungan, maka sudah saatnya ada langkah tegas untuk membasmi praktik-praktik nakal ini demi menjaga marwah profesi jurnalistik yang sesungguhnya.
Kisah tentang Jupikar dan oknum seperti ZR ini mendapat tanggapan keras dari pengamat pers, Ery Iskandar. Menurut Ery, fenomena wartawan UKW yang berubah menjadi pemburu anggaran pokir dan iklan di berbagai kantor pemerintah serta perbankan sudah sangat meresahkan.
“Dewan Pers harus segera mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum wartawan UKW yang bermental pemeras ini. Mereka tidak hanya mencoreng profesi jurnalistik, tapi juga mengganggu kenyamanan dan profesionalisme di institusi pemerintahan maupun perbankan,” tegas Ery Iskandar.
Banyak pejabat serta staf perbankan yang mengaku mulai resah dengan kehadiran para oknum wartawan ini yang kerap menekan dan memeras demi keuntungan pribadi melalui pengaturan iklan dan liputan. Ery berharap, selain penertiban, perlu ada pembinaan serius agar sertifikat UKW benar-benar menjadi simbol kompetensi dan integritas wartawan sesungguhnya.
Ery Iskandar juga menyampaikan seruan keras kepada Satgas Anti Preman agar segera turun tangan menertibkan oknum wartawan berstatus kompeten alias UKW yang menyalahgunakan profesi.
"Polisi sudah bisa menindak tegas oknum wartawan berlabel Dewan Pers yang kerjanya minta dan tagih iklan ke dinas-dinas, itu bukan kerja mereka. Itu kerja sales iklan dan tenaga periklanan," tegas Ery, yang juga aktif sebagai pemantau pers.
Menurutnya, tindakan tegas dari aparat penegak hukum sangat penting untuk mengembalikan marwah jurnalistik dan menghapus praktik pemerasan yang dilakukan oknum-oknum tersebut.
Padahal, Ery Iskandar sudah berkali-kali mengkritisi oknum-oknum tersebut, dan media ini pun sudah sering menurunkan hasil investigasi terkait praktik mereka. Namun, sangat disayangkan, tak satu pun dari mereka berani memberikan tanggapan resmi.
“Paling banter mereka hanya membagikan foto saya, lalu saya diungkit-ngungkit jasa mereka ke saya dan dihina lewat grup WhatsApp. Bahkan ada berita serangan pribadi yang muncul di media jaringan Jupikar,” kisah Ery dengan nada kecewa.
Hingga berita ini diturunkan, oknum ZR beserta jaringan Jupikar lainnya belum memberikan tanggapan apapun. Bahkan, informasi terkini menyebutkan bahwa mereka mulai menghilang dari peredaran dan tak lagi terlihat di tempat-tempat biasa mereka mangkal, terutama di warung-warung kopi dekat kantor pemerintah. (Tim Investigasi) .
Post a Comment