News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

PILKEO Tiba, IJON TENGIK Tak Berdaya

PILKEO Tiba, IJON TENGIK Tak Berdaya

 

Foto: Ilustrasi IJON TENGIK

Mediapertiwi,id-Di Negeri Konoha, nama IJON TENGIK bukanlah nama biasa. Bukan karena ia pernah jadi pahlawan atau pemimpin yang dihormati. Justru, namanya lebih sering dihubungkan dengan kegagalan demi kegagalan—sebuah kisah tragis yang tak pernah punya akhir bahagia. Dulu, IJON TENGIK adalah sosok yang berani, bahkan tampak seperti pahlawan media. Dia berjanji akan mengubah dunia kewartawanan Negeri Konoha menjadi lebih gemilang. Saat itu, dia bukan hanya seorang wartawan. Dia adalah simbol dari ambisi, keberanian, dan kesombongan yang mencoba menembus batas.

Namun, seiring berjalannya waktu, ambisi besar itu justru mengubahnya menjadi sosok yang terperangkap dalam lingkaran kegagalan tanpa ujung. Wajahnya kini tirus, matanya sayu, tubuhnya makin ringkih. Orang-orang yang dulu mengelu-elukannya kini hanya meliriknya dengan pandangan iba, atau lebih sering lagi—sinis. Dari seorang General Manager yang dulu digadang-gadang akan memimpin media besar, kini dia malah menjadi bayang-bayang diri yang hilang ditelan zaman.

Sakitnya bukan hanya penyakit fisik yang menggerogoti tubuhnya, tetapi juga penyakit mental akibat ambisi yang tak kunjung terwujud. Malam-malam panjangnya dihabiskan dengan terjaga, matanya terpejam, dan dalam keheningan, ia merasakan bisikan dari malaikat yang datang memberi kabar tak mengenakkan. “Dosa-dosamu terlalu banyak, Jon. Mustahil terampuni,” bisik malaikat itu. Sejenak, IJON TENGIK merasa perasaan menyesal muncul, ingin segera bertaubat. Tetapi, begitu mengingat PILKEO (pemilihan ketua organisasi), ambisinya kembali muncul. Seperti api yang tak pernah padam, gairahnya untuk menang kembali menggelora, meskipun fisiknya sudah jauh dari prima.

“PILKEO kali ini harus menang, titik!” katanya dalam hati, meski tubuhnya sudah ringkih dan nafasnya tersengal. Namun, semangat itu tak lebih dari api lilin yang tertiup angin. Teman-teman lamanya mulai meninggalkannya. Para kolega yang dulu menyanjungnya kini malah memandangnya dengan tatapan mengejek. "Dulu dia General Manager, sekarang? General Mayat," kata seorang mantan wartawan sambil menggeleng-geleng kepala. "Kasihan sih, tapi ya gimana? Uang habis, suara nggak ada. Satu suara dibayar, dua suara hilang. Kalau ditanya sekarang, IJON TENGIK itu bukannya makin naik, tapi makin ngenes!"

Dan benar saja, sejarah PILKEO selalu punya cara untuk mengingatkan kita tentang kegagalan. Tidak sekali dua kali IJON TENGIK gagal dalam ajang PILKEO. Bukan hanya gagal, tetapi gagal dengan cara yang memalukan. Cerita tentang uang yang dikeluarkan untuk membeli suara, namun berujung pada penipuan, sudah menjadi bahan tertawaan di seluruh Negeri Konoha. "IJON TENGIK itu kayak beli kucing dalam karung. Duitnya ngalir buat beli suara, tapi yang datang cuma janji kosong," kata seorang mantan kolega sambil terkekeh. "Dulu General Manager, sekarang? General Mayat," sambung seorang mantan wartawan yang kini lebih sukses.

Ketika akhirnya ia digulingkan dari jabatan General Manager di media tempatnya bekerja, itu bukanlah pukulan pertama, tetapi pukulan yang sangat berarti. Isu penggelapan dana iklan, yang mengundang kehebohan di kalangan wartawan dan pengusaha media, akhirnya menjadi alasan kuat bagi perusahaan untuk melemparnya keluar. Dan bagaimana dia merespons? Aksi demo seorang diri dengan membakar pakaian kebesaran yang dulu digunakan untuk berburu amplop, pokir, dan oplah koran.

Kini, IJON TENGIK tak lagi punya kekuatan, tak punya uang, dan tak punya pengaruh. Media yang dulu ia banggakan malah telah beralih pengelola. Posisinya yang dulu General Manager kini diduduki orang lain, sementara IJON TENGIK hanya bisa gigit jari. Tak ingin kehilangan muka, dia pun mendirikan media baru yang namanya mirip dengan media lamanya. "Entah apa tujuannya, jangan-jangan untuk tipu orang dan realisasi iklan pokir di dinas-dinas," celetuk kawan yang tak senang pada pria yang dulu pongah itu.

Namanya disebut-sebut bukan karena dihormati, tapi karena kartu persnya kini berasal dari media siluman yang namanya hanya beda tipis dengan media lamanya. "Kasih iklan, nanti saya doain sehat terus," ujarnya sambil tersenyum pahit, seolah itu bisa mengembalikan kejayaannya. Koran yang ia terbitkan lebih mirip surat kabar tak berisi, bukan lagi media yang mempengaruhi atau memberikan informasi, tapi sekadar alat pengingat akan kegagalannya sendiri.

Dulu, setiap PILKEO, IJON TENGIK selalu datang dengan uang amplop yang siap disebar. Sekarang? Amplopnya kosong, tubuhnya kurus, dan nafasnya pendek. "Semoga kali ini ada yang sumbang pil obat. Ogah sibuk sama PILKEO," keluhnya sambil menyadari, bahwa mungkin, kali ini adalah akhirnya. Tapi apakah benar ia akan menyerah? Atau apakah IJON TENGIK akan kembali bangkit dengan ambisi yang lebih besar—meski tubuhnya makin lapuk dimakan waktu?.

"Jangan coba coba konfirmasi kisah ini ke IJON TENGIK, marah dia, orangnya kan tahu sendiri," pungkas pria botak pemeras IJON TENGIK singkat. (Ery/AB) . 


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment