Kecerdasan Serta Kekuatan Spiritual Presiden Soeharto Yang Harus Diakhiri Oleh Kecerdasan dan Kekuatan Spiritual Juga
Oleh:Jacob Ereste
Mediapertiwi,id-Memang dimensi spiritualitas itu meliputi tataran ilmiah, alamiah dan ilahiah. Karena itu kesempurnaan manusia bisa ditilik dari kecerdasan ilahiahnya yang lebih bersifat spiritual. Muatan spiritualitas Presiden Soeharto, diakui banyak orang cukup besar mempengaruhi kehidupan warga masyarakat Indonesia -- tak hanya sebatas dari suku bangsa Jawa saja -- tapi memasuki wilayah spiritual suku bangsa Indonesia yang lain, seperti tiada kecuali.
Bukti dari bobot dan muatan spiritual Presiden yang dahsyat ini mampu menyatukan agama dan politik saling terkait erat. Sehingga pengaruh spiritualitas Soeharto mampu membentuk kepribadian serta pandangan hidup terhadap dunia. Apalagi potensi spiritualitas bangsa Indonesia sendiri memang mumpuni untuk menerimanya. Sehingga dalam berbagai kajian politik, ekonomi dan budaya serta keagamaan, semasa kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun menduduki jabatan Presiden Indonesia dominan membuka peluang mengembangkan perspektif baru dalam memahami dan mengembangkan spiritualitas serta memberi peluang bagi ruang refleksi bagi banyak orang untuk menekuni dan mengembangkan potensi spiritualitas mencapai kecerdasan yang maksimal dengan bertumbuhnya ragam paguyuban, perkumpulan atau semacam perguruan spiritual untuk membimbing dan mengajak para pengikutnya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Soeharto cukup berperan mendorong pemahaman terhadap agama -- khususnya Islam di Indonesia -- melalui cara membangun sejumlah masjid yang khas, seperti dikenal dengan 999 Masjid yang dibangun oleh Yayasan Amal-bakti Muslim Pancasila (YAMP) tidak menggunakan dana dari APBN hingga di Kupang Nusa Tenggara Timur dengan mengkoleksi dana shodaqoh dari para pegawai negeri sipil dan anggota TNI yang beragama Islam.
Haji Muhammad Soeharto mendorong pemahaman Islam yang nasionalis dan Pancasilais. Sehingga tampilnya sejumlah tokoh yang kritis karena menganggap kebijakan Soeharto tidak sesuai dengan ajaran Islam. Untuk agama Kristen pun, Soeharto melakukan hal yang sama dengan penekanan toleransi dan mendukung Pancasila, sehingga Gereja semakin giat berperan aktif ikut membangun bangsa dan menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada umatnya. Demikian juga untuk Katolik, Hindu serta agama Budha.
Meski ada kontrol yang cukup ketat, pada era Soeharto tingkat toleransi antar umat beragama relatif membaik. Karena kerukunan antar umat beragama ini merupakan bagian penting dari kebijakan makro pemerintahan yang dikenal dengan sebutan Orde Baru ini gigih menjaga stabilitas nasional melalui berbagai sektor dan bidang kehidupan rakyat Indonesia agar dapat ditingkatkan kualitas kesejahteraan ekonomi, sehingga sempat tercatat mencapai swasembada pangan.
Setidaknya, semasa pemerintahan Presiden Soeharto -- meski bersifat top down -- tercatat juga mampu meningkatkan literasi keagamaan bagi masyarakat hingga memiliki akses serta peluang yang terbuka untuk pendidikan keagamaan yang luas. Minimal bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah jauh lebih tertib dan menggembirakan dibanding periode berikutnya.
Upaya untuk memantapkan hubungan keagamaan dengan Pancasila, pada era Soeharto didalam pembayaran P4 (Program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) seperti yang dilakukan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) meski tak jelas juntrungan program dan kegiatan yang dilakukannya.
Minimal, program P4 semasa Orde Baru dulu dilaksanakan lewat berbagai kegiatan, termasuk penataan, pendidikan di sekolah dan kegiatan di berbagai lembaga pemerintah dan masyarakat. Lalu ada BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang berperan sebagai koordinator dari pelaksanaan P4 serta ideologi negara yang umumnya dijadikan persyaratan bagi pegawai negeri sipil maupun militer ketika itu. Jadi dari galaknya Soeharto melakukan sosialisasi Pancasila ini jelas muatan spiritual jauh lebih baik dari periode sebelumnya maupun periode sesudahnya.
Soeharto tak hanya membangun simbol-simbol keagamaan melalui pakaian khas Muslim, tetapi juga rajin melaksanakan ritual keagamaan sehingga memberi citra diri sebagai pemimpin yang religius. Bahkan, Soeharto rajin menjalin hubungan dengan para ulama dan tokoh agama, meski dianggap banyak pihak hanya untuk memperoleh dukungan dan legitimasi kekuasaan.
Catatan penting pada era Soeharto -- 1966-1998 -- Presiden Soeharto membentuk lanskap spiritualitas Indonesia yang signifikan, sehingga ikut mempengaruhi pemahaman spiritual masyarakat dalam praktek keagamaan, dimana corak spiritualitas Indonesia yang kontak Juanda nasionalismenya seperti yang masih terkesan sampai sekarang. Sehingga persemaian benih-benih spiritualitas dalam konteks keagamaan menjadi cara melakukan pendekatan untuk menciptakan kesatuan dan kesatuan nasional melalui spiritualitas.
Fokus pembangunan semasa Presiden Soeharto dapat dipahami untuk mengentaskan kemiskinan -- yang justru semakin tersuruk pada sepuluh tahun terakhir ini di Indonesia. Pembangunan infrastruktur, industri dan pertanian dapat dikatakan berhasil dan sukses. Meski di bidang hukum utamanya HAM (Hak Asasi Manusia) dianggap jeblok oleh banyak pihak. Namun kehidupan spiritual masyarakat relatif bisa lebih meningkat, karena mendapat dukungan dari ekonomi yang relatif baik dan meningkat, sehingga warga masyarakat dapat mengembangkan hasrat dan potensi spiritualitas dengan maksimal. Begitulah kecerdasan spiritual Presiden Soeharto yang mampu memadukan kemampuan kepemimpinannya yang berlatar belakang militer dengan kecerdasan spiritual, sehingga dia mampu memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.
Minimal hingga tiga dekade kepemimpinan Soeharto di Indonesia telah melegenda dan menjadi semacam mitos karena telah memberi dampak yang cukup signifikan terhadap politik, ekonomi dan budaya serta keagamaan -- khususnya nuansa spiritualitas yang berkembang di Indonesia. Realitas dari kiprahnya, legitimasi dirinya sebagai pemimpin satu Orde mampu membuat citra dirinya memimpin suatu pemerintahan yang kuat dan stabil. Meski akhirnya harus disudahi dalam gelombang reformasi yang tidak bisa abai dari kesadaran dan gerakan kekuatan spiritualitas rakyat. Meski begitu, toh kepada Soeharto pun tabik dan salut patut diucapkan atas segala jasa baiknya, tanpa perlu lagi mengungkit-ungkit kesalahan dan kekeliruan almarhum yang telah hidup tenang di alam sana.
Banten, 24 Mei 2025.
Post a Comment