Kala Pawang Hutan Menyerang: Dua Wartawan Senior Jadi Tumbal
Mediapertiwi,idl-Jagat pers Aceh kembali gaduh. Media semu bernama Suara Pokir, yang diduga dikendalikan oleh seorang karyawan BUMN menggunakan nama istrinya sebagai direktur, menayangkan opini tendensius yang menyerang Ery Iskandar. Ironisnya, opini tersebut ditulis oleh Pok Pok Wo, tenaga PPPK di sebuah dinas penjaga hutan dan lingkungan, yang selama ini menyamar sebagai wartawan dan dosen.
Pok Pok Wo menuding Ery Iskandar dan AB, rekan kerjanya, menggunakan ruang opini untuk menyerang sesama wartawan secara personal. Padahal, faktanya Ery hanya membongkar praktik-praktik kotor oknum wartawan semu yang menjadikan media sebagai mesin pengumpul iklan dan proyek di dinas-dinas.
Ery Iskandar, yang dikenal sebagai pengamat pers, tidak tinggal diam. "Meskipun saya hidup miskin, profesi dan aktivitas saya tetap di dunia pers. Saya tidak nyamar jadi dosen, jadi ASN. Saya murni di pers. Kenapa saya miskin? Karena saya tidak pandai mengolah proyek dan proposal seperti Pok Pok Wo itu," ujarnya.Rabu 7 Mei 2025 .
Namun, di balik opini tendensius tersebut, muncul fakta lain yang lebih memilukan: dua wartawan senior dijadikan tumbal oleh Pok Pok Wo. Satu di antaranya kini disuruh mondar-mandir mencari iklan, melobi dana publikasi, hingga mengurus pariwara demi kepentingan pawang hutan itu. Sementara yang satunya lagi hanya dipakai namanya sebagai penanggung jawab media yang tak jelas standar jurnalistiknya.
"Kasihan sekali. Senior yang dulu punya nama besar di dunia pers, sekarang cuma jadi boneka. Namanya dipajang untuk memberi kesan kredibel, tapi praktiknya nihil. Media itu cuma tempat mengolah proyek dan mencatut anggaran," ungkap Ery getir.
Selain Suara Pokir, opini tersebut juga disebar di portal lain yang dikelola oleh seorang caleg gagal yang gemar memakai embel-embel merdeka. Tapi publik sudah tahu, media tersebut tak pernah merdeka dalam arti sebenarnya. Sang pengelolanya dikenal penuh kontroversi — mulai dari skandal asmara hingga kasus penipuan yang tak pernah jelas ujungnya.
"Mentang-mentang dulu dia punya banyak uang, sekarang dia pakai embel-embel merdeka untuk meloloskan berita-berita busuk. Padahal rekam jejaknya sudah jadi bahan tertawaan di warung kopi," sindir Ery, menyinggung caleg gagal yang kini jadi pengelola portal tersebut.
Bagi Ery Iskandar, serangan opini ini hanya upaya untuk membungkam dirinya yang selama ini vokal membongkar praktik-praktik busuk di balik media semu. "Mereka pikir saya akan diam? Salah besar. Saya tahu siapa mereka, dan saya akan terus bicara," tegasnya.
Hingga berita ini ditayangkan, redaksi belum berhasil menghubungi kelompok pawang hutan tersebut, karena informasi dari beberapa sumber, keberadaan mereka langsung menghilang dari keramaian sejak berita yang membongkar skandal kejahatan mereka viral dan jadi konsumsi publik. Sebuah keheningan yang mencurigakan, yang justru semakin menguatkan dugaan adanya keterlibatan lebih dalam dalam permainan media murahan dan manipulasi publik. (Sal/Ay) .
Post a Comment