Gagal Lobi Iklan, Pers Siber Abal-Abal Serang Media Cetak
Mediapertiwi,id-Banda Aceh-Dunia pers lokal kembali diwarnai ulah kontroversial. Informasi diterima Minggu, 31 Agustus 2025 terungkap, seorang oknum berinisial S, yang mengaku sebagai ketua organisasi pers siber, kini jadi bahan gunjingan lantaran sikapnya plin-plan soal iklan pemerintah.
Organisasi yang dipimpinnya kerap dipelesetkan para wartawan sebagai “Pers Siber Ingusan” atau PSI—singkatan yang kebetulan sama dengan nama salah satu partai. Sang ketua, yang akrab disapa “Cok Chiet”, sebelumnya sempat mendesak pemerintah agar tidak memangkas anggaran iklan untuk media. Namun tak lama berselang, sikapnya mendadak berbalik: ia justru lantang meminta pemerintah daerah tidak memasang iklan di media cetak.
Manuver ini membuat rekan-rekan wartawan geleng kepala. “Sikapnya kontradiktif. Awalnya minta anggaran jangan dipangkas, sekarang malah melarang iklan di media cetak. Jadi sebenarnya yang diperjuangkan itu siapa?” sindir seorang jurnalis senior di Lhokseumawe.
Kebijakan iklan pemerintah memang kerap jadi polemik, namun pernyataan sepihak seperti itu dinilai hanya memperkeruh suasana. Apalagi, banyak yang menilai dorongan agar iklan tak dipasang di media cetak hanyalah cara licik untuk mengalihkan jatah iklan ke kelompoknya sendiri.
“Media cetak harus dilindungi dan dijaga, karena itu sejarah dan juga sangat sehat dibaca dibanding pers siber abal-abal yang tak jelas kantor redaksi dan kualitas keredaksionalnya,” tegas Mahdi, staf seorang tenaga pemasaran iklan di salah satu media cetak lokal.
Sejumlah kalangan menilai oknum S tersebut telah salah langkah dan hanya mencari sensasi tanpa berpikir. “Asal bicara dan buat berita,” singkat salah satu pengelola media cetak.
Fenomena ini menambah panjang daftar praktik oknum yang menggunakan bendera organisasi pers hanya untuk berburu proyek. Bukannya memperjuangkan ekosistem media yang sehat, malah menjadikan isu iklan sebagai senjata untuk menyingkirkan kompetitor.
Sejumlah wartawan berharap pemerintah daerah tidak terjebak pada manuver kelompok seperti ini. Sebab, publik butuh media yang independen, bukan media bayangan yang hidup hanya dari lobi iklan. (AW).
Post a Comment